Pesanggrahan Telah Berubah
Main ke Gang Pesanggrahan Ciputat, samping Kampus UIN Syarif Hidayatullah, bagiku seperti membuka memori card yang sudah lapuk. Di tempat ini, sekitar tahun 2003-2005, saya pernah hampir setiap malam makan rawon atau soto ayam, hingga bisa utang, di warung Cak Agung.
Nongkrong di gang ini, selain urusan makan bisa mengutang, juga bisa bertemu teman-teman yang berasal dari daerah Jawa Timuran. Cakruk ala Jawa Timuran di daerah rantau seperti ini, bukan saja merasakan romantisme masa lalu, tetapi juga meng-update pengetahuan tentang daerah sendiri. Bagaimanapun, saya adalah anak kampung terpencil, dan orang perantau.
Persahabatan di bumi rantau terasa sangat penting bagi saya. Saya merasa punya bolo untuk menjamin keamanan sosial, termasuk ketika sama-sama tidak punya duit. Apalagi kami di rantau ini tidak sebagai pekerja untuk mencari uang, tetapi bekerja mencari ilmu. Karena itu, jaminan sosial melalui memperbanyak teman, apalagi senasib sepenanggungan, bisa memberikan obat penenang sementara.
Selain itu, asyiknya cangkruk di Pesanggrahan bisa melihat dan menyaksikan, kadang-kadang menggoda para mahasiswi. Ada juga lho yang akhirnya berlanjut ke jenjang pernikahan karena cangkruk di situ.
Setelah sepuluh tahun berlalu, Gang Pesanggrahan tampak lebih ramai. Gedung-gedung dan warungnya kian padat. Dulu, di pojokan ada rumah makan cukup besar, kini telah berubah menjadi kafe waralaba Seven 11, bank, dan sebagainya.
Beberapa kali nongkrong di warung Cak Agung, rupanya sudah tidak ada lagi kebiasaan cangkruk seperti waktu itu. Istri Cak Agung, yang biasa saya panggil "emak", juga menegaskan sekarang jauh lebih sepi. Kadang-kadang saja teman-teman cangkruk saya yang mampir ke situ. Tentu saja, kehidupan teman-teman cangkruk saya dulu juga sudah berubah jauh. Kini mereka punya keluarga masing-masing, pekerjaan yang macam-macam pula. Bahkan ada juga yang sempat ikut tenar bersama band ternama.
Nongkrong di gang ini, selain urusan makan bisa mengutang, juga bisa bertemu teman-teman yang berasal dari daerah Jawa Timuran. Cakruk ala Jawa Timuran di daerah rantau seperti ini, bukan saja merasakan romantisme masa lalu, tetapi juga meng-update pengetahuan tentang daerah sendiri. Bagaimanapun, saya adalah anak kampung terpencil, dan orang perantau.
Persahabatan di bumi rantau terasa sangat penting bagi saya. Saya merasa punya bolo untuk menjamin keamanan sosial, termasuk ketika sama-sama tidak punya duit. Apalagi kami di rantau ini tidak sebagai pekerja untuk mencari uang, tetapi bekerja mencari ilmu. Karena itu, jaminan sosial melalui memperbanyak teman, apalagi senasib sepenanggungan, bisa memberikan obat penenang sementara.
Selain itu, asyiknya cangkruk di Pesanggrahan bisa melihat dan menyaksikan, kadang-kadang menggoda para mahasiswi. Ada juga lho yang akhirnya berlanjut ke jenjang pernikahan karena cangkruk di situ.
Setelah sepuluh tahun berlalu, Gang Pesanggrahan tampak lebih ramai. Gedung-gedung dan warungnya kian padat. Dulu, di pojokan ada rumah makan cukup besar, kini telah berubah menjadi kafe waralaba Seven 11, bank, dan sebagainya.
Beberapa kali nongkrong di warung Cak Agung, rupanya sudah tidak ada lagi kebiasaan cangkruk seperti waktu itu. Istri Cak Agung, yang biasa saya panggil "emak", juga menegaskan sekarang jauh lebih sepi. Kadang-kadang saja teman-teman cangkruk saya yang mampir ke situ. Tentu saja, kehidupan teman-teman cangkruk saya dulu juga sudah berubah jauh. Kini mereka punya keluarga masing-masing, pekerjaan yang macam-macam pula. Bahkan ada juga yang sempat ikut tenar bersama band ternama.
Post a Comment