Sekelumit Cerpen

Walaupun pernah cukup produktif membuat cerita pendek (cerpen), pada 2003, saya masih belum benar-benar memahami bagaimana cerpen yang baik dan berkualitas. Hal ini dikarenakan saya tidak terlalu mendalami pengetahuan tentang sebuah cerpen. Saya hanya mengenal unsur-unsurnya saja.

Terlepas dari berkualitas atau tidaknya, cerpen, bagi saya, merupakan penyederhanaan atas kerumitan-kerumitan persoalan hidup yang dihadirkan secara mengesankan. Penyederhanaan-penyederhanaan itu dilakukan melalui simbol-simbol yang benar-benar tepat dan kuat. Dengan adanya simbol-simbol yang saling berelasi satu sama lain hingga menghasilkan suatu peristiwa tertentu. Jahitan relasi simbol-simbol ini biasanya dihadirkan secara berkonflik. Dan konflik inilah yang menjadi kekuatan sebuah cerita. Oleh karena pengarang cerita mempunyai otoritas atas cerita itu sendiri, maka kecerdasan penulis cerita sangat menentukan menarik tidaknya cerita ini.

Suatu hari saya bertemu dengan seorang penulis cerpen ternama di sebuah warung kopi. Pertemuan ini saya memanfaatkan untuk belajar tentang menulis cerpen. Meski sangat singkat, berkat pertemuan itu saya berhasil menulis sebuah cerita yang selesai. Persoalan bagus tidaknya, jangan ditanya, pasti hancur, dan tidak mengesankan.

Mungkin karena sering membaca cerpen, kita bisa membedakan mana cerpen yang menarik dan yang tidak menarik. Tentu saja, karena dengan membanding-bandingkan bisa kita merasakan menarik tidaknya. Akan tetapi, suatu cerita yang menarik bukan berarti berkualitas, meski saya tidak faham cerpen yang berkualitas itu seperti apa.

Apa pentingnya cerpen ini bagi kehidupan manusia? Ada yang pernah bilang, "Saat pers dibungkam, sastra berbicara". Ungkapan ini lahir, jika tidak salah, ketika rezim negara ini otoriter. Melalui cerpen-cerpen, masyarakat menjadi tahu citra kondisi yang sebenarnya. Dengan adanya cerita-cerita tersebut juga bisa menginspirasi banyak hal, termasuk perkembangan ilmu dan teknologi.

Tidak ada komentar