Bangga Jadi Bodoh Absolut

Sebait puisi Binhad Nurrohmat berjudul Andai Aku Bukan Rakyat Indonesia menandai problem minuman di negeri ini. Puisi itu bilang, Aku akan menguruk sumur dan kali ciliwung/ Sebab rakyat Indonesia minumnya aqua dan Coca cola. Seorang teman alumni pertanian juga punya cerita ada seorang kepala desa sangat malu saat ada orang asing bilang bahwa jika harga cabai di Indonesia mahal berarti orang Indonesia Goblok Absolut. Karena itu, si lurah akan mewajibkan seluruh warganya menanam cabai di pekarangan rumahnya.

Menguruk sumur dan kali Ciliwung dan kata Goblok Absolut di atas begitu menggoda. Indonesia yang begitu kaya sumber daya, tapi makanan dan minumanannya cenderung impor. Mungkin kalau mobil impor bolehlah, karena alam memang tidak menyediakan. Namun kalau cabai dan air itu impor, istilah Goblok Absolut itu memang layak diacungi jempol. Lebih hebat lagi, lonte pun impor. Padahal ekspor TKI kita masih luar biasa.

Sulit memang mengatasi barang impor di negeri ini. Kalau tidak mau impor, kita dibilang tidak memiliki solidaritas. Hebatnya lagi, banyak orang lebih bangga impor daripada ekspor. Kalau habis beli telepon dari China, kita akan pamerkan ke teman-teman, "Telepon dari China nih... keren kan? Kemarin Papaku baru pulang dari sana... Aku juga dibawain buah rambutan juga dari sana..." sebaliknya, jarang ada anak yang bilang dengan bangganya, "Lihat nih, aku pakai tas buatan Indonesia... keren kan... mahal lho..."

Kadang obrolan di kalangan ibu-ibu ini yang paling berpengaruh terhadap spirit mencintai produk dalam negeri sendiri. Ungkapan-ungkapan nyinyir terhadap komoditas di lingkungan sendiri seringkali mengemuka. "Apaan, masak burger kok bikin sendiri. Aku nih, kemarin beli burger di Hongkong. Aku makan sama selingkuhanku yang dari Prancis sampai gak habis..."

Jadi, membeli itu dianggap lebih membanggakan daripada membuat sendiri. Makin banyak uang yang dibuang percuma, makin tinggi nilai kebanggaannya. Jangan-jangan gaya seperti ini adalah gaya-gaya orang yang sakit jiwa, yang ingin membalas dendam kemiskinan yang menimpanya.

Ada sebuah kajian, saya lupa di mana, yang menunjukkan pilihan-pilihan jenis pakaian berdasarkan kelas sosial dan pendapatannya. Makin rendah kelas sosial dan pendapatannya, orang tersebut makin mencoba menutupi kekurangannya dengan cara menunjukkan popularitas merek yang dipakainya. Dengan menunjukkan kehebatan, perasaannya makin melambung tinggi.

Ada pola anak yang jika berbicara selalu menunjukkan kehebatan teman-temannya yang jauh untuk mengungguli lawan bicaranya. Mungkin anak tersebut merasa iri atau dengki jika teman dekatnya lebih unggul. Nah, cara untuk menghibur dirinya agar tidak merasa rendah diri atau malu, dia mengangkat kehebatan orang lain yang dianggap lebih unggul dari teman yang sedang dihadapinya saat itu.

Jangan-jangan problem ini juga sama dengan ekspresi menyukai barang-barang impor atau milik orang asing untuk menutupi ketidakmampuan diri dalam menghadapi negara-negara tetangga. Jadi, kebijakan impor bisa jadi bukan dalam rangka memenuhi kebutuhan warga yang ada di sini, tetapi karena untuk menutupi rasa mindernya. "Ya, elu nggak mau beli barang gw... Padahal negara tetangga elu yang maju itu belinya dari gw juga lho..."

Tidak ada komentar