Bangsa Dangdut

Nonton akademi dangdut seperti menyaksikan arena promosi lokalitas. Kebetulan beberapa peserta mempunyai kemampuan untuk menampilkan seni tradisional dari daerahnya masing-masing. Bahkan bupati-bupati dan juga Rektor yang peka terhadap peluang ini benar-benar memanfaatkan secara maksimal seperti Bupati Banyuwangi dan Rektor Wiraraja Sumenep hadir dan tampil mendukungnya.

Entah ini kecerdasan komunikasi dari pihak televisi atau pemerintah kabupaten dan rektoratanya? Kebetulan dua peserta dari Jawa Timur itu tampil hingga di babak tiga besar. Begitu juga Bupati Luwu Utara yang warganya tampil di babak akhir ini. Bagi politisi, seperti bupati, memanfaatkan peluang ini untuk mendongkrak popularitas diri dan daerahnya di era pemilihan langsung adalah hal sangat-sangat bisa di maklumi. Namun menyerahkan beasiswa untuk S1 dan S2 oleh Rektor Universitas Wiraraja di panggung nasional itu bagi saya adalah kejutan tersendiri.

Menariknya lagi, para pedagang kecil dan menengah serta para desainer pakaian juga tidak ketinggalan untuk memanfaatkannya dengan memperkenalkan produknya. Saya kira panggung dangdut ini benar-benar menampilkan kehidupan dangdut yang sejati, merakyat. Lagu Dangdut is the music of my country tampak benar-benar hadir dalam panggung ini. Dangdut adalah wajah negeri ini.

Dangdut hadir di tengah-tengah masyarakat dengan wajahnya yang khas, sedih, senang, dan kadang seronok. Dan keseronokan yang dilawan sebagian bangsa ini sesungguhnya sangat akrab dengan bangsa ini. Walaupun sekuat tenaga ditutup-tutupi, disingkirkan, atau dihujat, seperti mission imposible. Terbukti prostitusi-prostitusi yang seakan-akan absen, nyatanya ada juga tampil begitu mewah, dan rakyat baik kalangan bawah maupun kalangan atas, selalu menantinya, sebagaimana menanti panggung-panggung dangdut dalam acara pernikahan.

Di Surabaya, seorang pedangdut dengan aksi sensualnya tampil di hadapan anak-anak kecil. Orang-orang dewasa yang berada di arena itu tak pernah mengusirnya. Begitu pula di daerah-daerah lain. Mereka selalu menanti penyanyi-penyanyi seksi dan sensual. Meski demikian, kadang-kadang ungkapan yang terlontar juga sangat relijius. Bagi orang-orang tertentu fenomena ini dipandang anomali dan paradoks. Tapi bagi saya fenomena ini adalah hal yang wajar. Sebab bangsa ini adalah bangsa yang terbiasa menyatukan antara yang sakral dan profan. Mereka saling mendekati dan saling menggoda, tapi ada juga yang saling memusuhi.

Keributan dalam acara dangdut adalah biasa. Paling-paling mereka adalah anak-anak muda yang sedang mabuk goyang, sehingga kalau kesenggol bisa berantem. Yang jelas mereka sesama penggemar dangdut. Namun, begitu lagu atau artis kegemarannya tampil, mereka bergoyang lagi, merenungi nasib bangsanya yang belum kunjung maju.

Tidak ada komentar