Ketika Elektronik Jadi Candu
Di antara hal yang menyebalkan adalah alat produksi macet. Biar agak keren, saya menyebut istilah "alat produksi" untuk merujuk pada komputer atau telepon atau motor. Bagi saya, komputer, telepon, dan motor alat untuk menghasilkan sesuap nasi dan segenggam berlian.
Kalau yang ngadat adalah motor, saya masih tidak terlalu risau. Jalan kaki, ngojek, naik angkutan umum masih bisa mengatasi problem ini. Jika telepon yang ngadat, itu mah biasa. Anggap saja tidak punya pulsa. Namun jika kedua alat tersebut sangat dibutuhkan dalam hal-hal tertentu kacau beliaulah. Terlebih lagi yang ngadat adalah komputer. Wah, rasanya hampir kiamat tiba.
Saya ini kategori orang yang sangat ketergantungan pada alat-alat elektronik. Memang dunia saat ini memang pada akhirnya memaksa saya, dan mungkin Anda, untuk ketergantungan pada hasil produk teknologi. Padahal setiap produk teknologi pasti memilki kelemahan yang sangat mendasar, yaitu bisa rusak. Sementara rusaknya barang-barang tersebut, makin lama-makin mahal dan makin ruwet.
Dulu, sebelum ada komputer, manusa mengetik secara manual. Sebelumnya lagi hanya menggunakan tangan. Begitulah, teknologi makin lama-makin memanjakan kita, dan sekaligus melenakan kita. Oleh karena itu antisipasi-antisipasi manual terus perlu dilakukan.
Dulu, ketika ikut dengar-dengan pembahasan draft RUU Administrasi Kependudukan, kita membayangkan semua data kependudukan harus elektronik. Pada saat pembahasan itu, ternyata ada negara yang masih mempertahankan model manual. Kenapa? Alasannya teknologi selalu mempunyai kelemahan. Namun, apa enaknya jika semua masih manual? Kalau model negara kita sekarang sih mau elektronik atau manual, fungsi dan manfaatnya tidak jauh berbeda. Bagaimana tidak, wong ngurus administrasi kependudukan tetap saja manual, walaupun ada alat komputer.
Alat memang tidak menjamin sebuah kemajuan. Saya pernah datang ke sebuah instansi pemerintah. Ketika masuk ruang, ada seorang ibu sedang merancang anggaran kegiatan menggunakan Excel. Saya berpikir, wajar. Begitu ditanya pimpinannya, bisa nggak anggaran itu dikurangi, lalu si bu itu membuka kalkulator, lalu menghitung angka-angka dalam excel itu... Ini ada di kantor kementerian lho...
Nah, kali ini komputerku sedang bermasalah. Mau buka file tidak bisa. Akhirnya, terpaksa harus berselancar, bertanya-tanya masalah laptopku. Rupanya masalah yang saya hadapi sangat beragam. Mulai dari urusan antivirus hingga mikir.. Embuh wis..
Kalau yang ngadat adalah motor, saya masih tidak terlalu risau. Jalan kaki, ngojek, naik angkutan umum masih bisa mengatasi problem ini. Jika telepon yang ngadat, itu mah biasa. Anggap saja tidak punya pulsa. Namun jika kedua alat tersebut sangat dibutuhkan dalam hal-hal tertentu kacau beliaulah. Terlebih lagi yang ngadat adalah komputer. Wah, rasanya hampir kiamat tiba.
Saya ini kategori orang yang sangat ketergantungan pada alat-alat elektronik. Memang dunia saat ini memang pada akhirnya memaksa saya, dan mungkin Anda, untuk ketergantungan pada hasil produk teknologi. Padahal setiap produk teknologi pasti memilki kelemahan yang sangat mendasar, yaitu bisa rusak. Sementara rusaknya barang-barang tersebut, makin lama-makin mahal dan makin ruwet.
Dulu, sebelum ada komputer, manusa mengetik secara manual. Sebelumnya lagi hanya menggunakan tangan. Begitulah, teknologi makin lama-makin memanjakan kita, dan sekaligus melenakan kita. Oleh karena itu antisipasi-antisipasi manual terus perlu dilakukan.
Dulu, ketika ikut dengar-dengan pembahasan draft RUU Administrasi Kependudukan, kita membayangkan semua data kependudukan harus elektronik. Pada saat pembahasan itu, ternyata ada negara yang masih mempertahankan model manual. Kenapa? Alasannya teknologi selalu mempunyai kelemahan. Namun, apa enaknya jika semua masih manual? Kalau model negara kita sekarang sih mau elektronik atau manual, fungsi dan manfaatnya tidak jauh berbeda. Bagaimana tidak, wong ngurus administrasi kependudukan tetap saja manual, walaupun ada alat komputer.
Alat memang tidak menjamin sebuah kemajuan. Saya pernah datang ke sebuah instansi pemerintah. Ketika masuk ruang, ada seorang ibu sedang merancang anggaran kegiatan menggunakan Excel. Saya berpikir, wajar. Begitu ditanya pimpinannya, bisa nggak anggaran itu dikurangi, lalu si bu itu membuka kalkulator, lalu menghitung angka-angka dalam excel itu... Ini ada di kantor kementerian lho...
Nah, kali ini komputerku sedang bermasalah. Mau buka file tidak bisa. Akhirnya, terpaksa harus berselancar, bertanya-tanya masalah laptopku. Rupanya masalah yang saya hadapi sangat beragam. Mulai dari urusan antivirus hingga mikir.. Embuh wis..
Post a Comment